News: Gagal-kah peralihan penyelenggaraan TV Digital di Indonesia ?

Monday 26 August 2013

MA Batalkan Peraturan Menteri tentang TV Digital 


Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No 22/2011 tentang Penyelenggaraan TV Digital. Hal ini sesuai permohonan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI).

"Confirm dengan petitum pemohon. Membatalkan Permenkominfo No 22/2011," kata sumber terpercaya detikcom di MA, Senin (7/2013).

Putusan yang mengantongi nomor perkara 38 P/HUM/2012 itu diadili oleh ketua majelis hakim Dr Imam Soebchi dengan hakim anggota Dr Supandi dan Dr Harry Djatmiko. Putusan tersebut diketok pada 3 April 2013 lalu.

Permenkominfo bernama lengkap Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air) tersebut berisi 22 pasal yang mengatur soal TV Digital. Peraturan ini mengatur soal lembaga penyiaran, wilayah dan zona layanan, tata cara dan syarat perizinan, penggunaan komponen dalam negeri, pelaksanaan simulcast, perizinan berjalan hingga saksi administratif.

"Iya, seluruh isi Permen batal dan tidak berlaku mengikat," ungkap sumber tersebut.
sumber: news.detik.com


saya kutip dari yahoogroup tulisan dari TrioMacan2000

 ADANYA 'UDANG' DIBALIK RENCANA PERALIHAN SIARAN TV ANALOG KE DIGITAL
by TrioMacan2000
Pemerintah cq Kemenkominfo berupaya memaksakan diri untuk sesegera mungkin merubah sistem siaran analog ke sistem siaran digital. Sistem siaran analog adalah sistem penyiaran yang dipraktekkan dalam tayangkan isi siaran TV dan radio melalui SATU kanal frekuensi. Sistem ini dipraktekkan dalam menyebarluaskan isi siaran TV dan radio melalui SATU kanal frekuensi pita radio yang merambat di udara. Dan dapat diakses bebas/gratis (free to air). Simpelnya, saat ini siaran analog hny bs gunakan SATU kanal frekuensi untuk 1 stasiun TV.

Teknologi komunikasi saat ini, memungkin satu kanal frekuensi yang digunakan oleh TV/radio selama ini (analog) bisa dikembangkan. Bisa menjadi 8 hingga 25 slot siaran. Simp siaran digital SATU kanal frekuensi dapat menyediakan 8 sd 25 stasiun TV (slot siaran). Besarnya jumlah slot siaran antara 8 sd 25 akan sangat  tergantung dari pilihan teknologi yang digunakan. Untuk bisa menangkap siaran digital, bagi pesawat TV yang belum pny teknologi siaran digital harus menggunakan perangkat tambahan. Fasilitas teknologi itu disebut dgn nama set top box. Hampir seluruh pesawat TV yang beredar di Indonesia belum dilengkapi set top box. Dgn perangkat teknologi siaran digital. Artinya, saat siaran digital mulai dipraktekkan, seluruh pesawat TV hrs gunakan set top box.

Satu perangkat set top box berkisar Rp. 200.000 sd Rp. 300.000 ribu. Asumsi pesawat TV yg beredar di RI 40 juta, omset 8-12 Triliun !. Jika komisi atau fee yg ditawarkan ke oknum2 Kemenkominfo 10% saja, maka suap fee dari set top box itu = 800 M - 1.2 Triliun !

Inilah salah 1 motivasi mengapa siaran digital harus segera dilaksanakan. Berbagai pihak mulai berebut utk pengadaan set top box tsb. Hal ini sama dgn komisi Rp. 10.000 dari setiap 1 kg daging impor yang dijual di Indonesia oleh mafia pangan PKS dan Istana (Jusuf W cs). Hal ini hampir sama dgn komisi &mark up US$ 130 - 180 /ton utk beras impor dari vietnam, thailand dll oleh BULOG & Mafia Pangan Istana. Semua Ini merupakan salah satu sumber biaya politik potensial pada tahun 2014 dan untuk mengumpulkan kekayaan pribadi. Itulah salah satu sebabnya mengapa migrasi siaran analog ke digital ini dipaksakan. Suap komisi/fee minimal 800 M sd 1.2 Triliun

Selain itu ada potensi pendapatan (komisi) lain selain dari penjualan  set top box tersebut pada migrasi siaran analog ke diigital ini. Dengan migrasi siaran analog ke siaran digital, penggunaan frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas akan dimaksimalkan. Dimaksimalkan untuk kepentingan provider seluler. Sebagaimana diketahui, banyak sekali operator seluler yang bersaing ketat. Padahal ketersediaan frekuensi untuk itu sangat terbatas. Persaingan operator seluler tersebut mengarah pada kompetisi tidak sehat. Dengan alasan space frekuensi terbatas, sementara jumlah pengguna HP meningkat maka terjadi kemacetan lalu
lintas informasi di udara, maka perlu penambah/perluasan spektrum  frekuensi untuk telepon seluler.

Cara yang paling memungkinkan  dengan mengambil/mengalihkan frekuensi yang digunakan TV melalui siaran digital. Dengan model siaran digital, space frekuensi yang tersisa bisa dimanfaatkan oleh operator seluler. Pemikiran ini dikemas sedemikian rupa seakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat thdp informasi/komunikasi saat ini.

Dibalik itu semua ada niat busuk praktek bagi-bagi komisi. Kita tahu bahwa bisnis operator seluler di Indonesia sangat prospektif. Masyarakat yg konsumtif, lebih memilih beli pulsa dari pada beli buku atau makanan sehat yang bergizi merupakan pasar yg sangat lezat. Pasar indonesia yg super empuk dan raksasa ini
tidak dapat digarap jika ketersediaan frekuensi sangat terbatas. Maka didesaklah pemerintah untuk segera mempraktekkan skema migrasi siaran analog ke digital. Tentu dgn imbalan suap/fee yg sgt besar.



Migrasi siaran ini merupakan pintu satu-satunya untuk membuka pasar seluler semakin luas. Menambah kapasitas ratusan juta pelanggan. Dan tentu saja ada banyak uang beredar yang juga tentu saja disertai dengan komisi dan fee yang diperoleh oleh pejabat2 tertentu. Uang fee/ komisi penjualan set top box dan bisnis operator seluler ini adalah 2 motif utama dari pemaksaan migrasi analog ke digital. Tanpa dipaksakan sebenarnya migrasi siaran digital tersebut merupakan takdir teknologi yang tidak bisa dihindarkan. Jika saja dibiarkan tanpa dipaksa, proses  migrasi tersebut akan berjalan alami sama halnya seperti praktek peralihan siaran radio. Radio yang semula menggunakan frekuensi AM saat ini beralih menggunakan FM. Peralihan (migrasi) siaran radio dari AM ke FM berjalan natural saat pesawat radio AM tidak lagi diproduksi. Hal serupa terjadi pada migrasi TV hitam putih ke TV berwarna atau peralihan penggunaa pager ke HP. Semua berjalan normal dan alami. Tidak ada suap menyuap dan bagi2 komisi/ fee ke pejabat2 pemerintah/negara (kominfo dll). Namun tidak dgn migrasi siaran digital ini. Migrasi siaran digital ini dipaksakan karena ada potensi suap untuk kepentingan politik. Suap itu mengalir utk jasa sejumlah Peraturan Menteri (Permen), Menkominfo mengatur migrasi tersebut. Pihak terkait seperti seperti Komisi I DPR RI, KPI dan industri penyiaran sendiri sudah ajukan keberatannya atas migrasi siaran ts. Tetapi Kemenkominfo tetap saja memaksakan diri sampai  melakukan tender penyelenggaraaan digital.
Atas sikap Kemenkominfo tersebut, ATVLI (Asosiasi TV Lokal Indonesia) ajukan  gugatan ke MA. Pada bulan April 2013 lalu MA kabulkan permohonan ATVLI yang keberatan terhadap sejumlah Permen Kominfo tentang siaran digital. Terhadap putusan MA tersebut, Kemenkominfo dengan licik saat ini menyiapkan Permen Menkominfo baru tentang siaran digital. Kelicikan dan motif raih komisi untuk pemilu 2014 ini harus dibuka krn frekuensi milik publik sebagai sumber daya alam terbatas. SDA frekwensi itu hrs dikembalikan untuk kesejahteraan publik bukan parpol tertentu dan pejabat tertentu. Masih banyak informasi detil lainnya terkait kong kalikong dari migrasi siaran ini. Nanti akan kami bongkar semua.. Hehe
Cukup sekian dulu yaaaa, semoga bermanfaat. Mari kita awasi dan jaga Sumber
Daya Kekayaan Udara kita. Terima kasih. MERDEKA !!!


 tulisan diatas kita ambil positifnya saja, bukan bermaksud berburuk sangka, tapi kita tidak boleh lengah.. kita dukung tentang peralihan TV digital nya, namun tetap kita awasi pelaksanaannya :)





No comments:

Post a Comment

 

Most Reading

Sidebar One

Followers